It is a long established fact that a reader will be distracted by the readable content of a page when looking at its layout.
Boyolali - Tanaman tersebut sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di lereng gunung Merapi, wilayah Boyolali. Bahkan, di wilayah Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali pada zaman Belanda merupakan daerah perkebunan kopi.
Upaya membangkitkan kejayaan kopi di daerah tersebut pun kini dilakukan warga setempat. Penanaman kopi dengan sistem agroforestri dilakukan masyarakat di lereng Merapi sisi barat daya tersebut.
"Dulu, zaman penjajahan Belanda daerah sini (Desa Tlogolele) merupakan kebun kopi dan teh. Jadi ada daerah yang namanya Kopen (daerah kebun kopi) dan Ngetian (daerah kebun teh)," kata Kepala Desa Tlogolele, Widodo, saat ditemui usai Selamatan Gunung peluncuran program market development dari Business Watch Indonesia (BWI) dan Solidaridad di Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele, Jumat (19/1/2018).
Lahan untuk budidaya tanaman kopi telah disiapkan pemerintah desa setempat bersama masyarakat. Selain di lahan masyarakat, budidaya kopi juga ditanaman di tanah kas desa, yang berada di lereng Merapi, di atas Dukuh Stabelan yang merupakan dukuh tertinggi di desa Tlogolele.
"Sebelumnya sudah ditanam 10 ribu batang. Kemudian saat ini sudah ada 10 ribu bibit yang siap ditanam dan ke depannya akan ditambah 10 ribu bibit lagi," ujar Widodo.
Wilayah di Dukuh Stabelan, Desa Tlogolele yang berada di ketinggian 1.600 mdpl itu dinilai cocok untuk tanaman kopi. Kopi dari daerah berjarak sekitar 3,5 km dari puncak Merapi itu pun memiliki kekhasan tersendiri. Kopi yang ditanam yakni jenis Arabika.
"Untuk saat ini panen kopi di sini memang belum banyak. Setiap warga itu hasil panennya hitungannya masih kiloan. Tetapi ke depan akan kami budidayakan lagi lebih serius dengan pendampingan dari WBI dan Solidaridad," jelasnya.
Hasil panen pun selama ini dijual kepada pedagang sesuai permintaannya. Ada yang masih berupa biji merah, namun ada juga yang sudah biji kering.
Widodo menyatakan, sudah menyiapkan rumah produksi. Ke depannya pemerintah Desa Tlogolele juga siap menampung hasil panen kopi petani untuk membantu pemasarannya.
Di Kecamatan Selo, tanaman kopi tak hanya di Desa Tlogolele saja. Namun juga ada di sejumlah desa lainnya, seperti Desa Samiran dan Lencoh.
Dalam peluncuran program market development tersebut juga digelar selamatan gunung. Warga masyarakat Stabelan membawa tumpeng dan dikirab ke lokasi acara. Acara itu juga dihadiri Wakil Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Ferdinand Lahnstein dan perwakilan dari Solidaridad, sejumlah pejabat dinas terkait Pemkab Boyolali serta Camat Selo, Jarot Purnama.
Sementara itu Ketua Yayasan BWI, Aris Buntara, mengatakan peluncuran program market development sebagai tindak lanjut penanaman kopi yang disambut antusiasme masyarakat Stabelan.
"Sebenarnya program ini tidak hanya untuk membantu memasarkan kopi saja, tetapi juga produk-produk pertanian unggulan lainnya," kata Aris.
Melalui program ini pihaknya melakukan pendampingan di 18 desa. 10 desa di lereng Merapi dan 8 desa di lereng Merbabu.
Sedangkan Ferdinand Lahnstein mengemukakan, program ini untuk membantu masyarakat dalam memasarkan produk pertaniannya sehingga memiliki nilai tambah. Sehingga memudahkan dalam pemasarannya dan memberikan pendapatan bagi masyarakat.
Dia juga berpesan kepada masyarakat Stabelan untuk tidak meninggalkan pertanian, karena keberadaan petani punya peranan penting dalam menyediakan makanan.
Sumber : https://news.detik.com/jawatengah/3823663/membangkitkan-kembali-kejayaan-kopi-lereng-merapi
Credit Photo : Tim Dokumentasi BWI